![]() |
Indonesia, sebagai bangsa yang merdeka memandang bahwa konsep Animal Welfare yang disepakati di dunia sebagai sebuah konsep yang sangat ideal dan menjadi salahsatu sentrum dalam memajukan kesejahteraan Bangsa. Tidak heran, konsep Animal Welfare kemudian diadopsi kedalam konstitusi. Hal ini dibuktikan dalam undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2014 Mengenai Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Sebagai salah satu interprestasinya, Pada pasal 1 undang-undang ini menegaskan bahwa Kesehatan Hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perlindungan sumberdaya Hewan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan serta penjaminan keamanan Produk Hewan, Kesejahteraan Hewan, dan peningkatan akses pasar untuk mendukung kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan asal hewan.
Pembangunan Kesejahteraan Manusia untuk mewujudkan kesejahteraan Bangsa ditinjau dari kacamata Perlindungan Sumber daya hewan menjadi salah satu variable penting dalam membangun Indonesia. Hadirnya dokter hewan menjadi jawaban dalam menjawab langkah taktis dalam perlindungan sumberdaya hewan dan kesehatan hewan dikarenakan studi yang dilakukan seorang dokter hewan bertujuan untuk melakukan upaya dalam meningkatkan kesejahteraan hewan dalam perspektif medis dan tindakan preventif untuk mencegah penyebaran dan penularan penyakit dari hewan ke manusia guna meningkatkan kesehatan masyarakat.
Kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) pertama kali diperkenalkan pasca perang dunia II (Schwabe, 1984), dimana Administrator Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat merasa bahwa bidang kedokteran hewan perlu dilibatkan terkait pelayanan kesehatan masyarakat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan istilah kesehatan masyarakat veteriner sebagai suatu komponen dari pelayanan kesehatan masyarakat yang melibatkan penerapan kemampuan, pengetahuan, dan sumber daya kedokteran hewan dalam upaya melindungi dan meningkatkan kesehatan manusia (WHO, 2002). Dalam hal ini, profesi dokter hewan secara langsung terlibat dalam peningkatan kesehatan manusia terkait dalam upaya mengurangi paparan bahaya yang dapat timbul yang bersumber dari hewan dan pangan asal hewan. Adapun beberapa bidang utama yang menjadi kewenangan meliputi Pencegahan penyakit dan wabah penyakit hewan, Perlindungan kesehatan manusia dari bahaya yang bersumber dari hewan, Perlindungan manusia dari bahaya yang bersumber dari konsumsi pangan asal hewan, Perlindungan kesejahteraan hewan meliputi mencegah hewan dari penderitaan, Menjaga dan meningkatkan higienitas dan keamanan produk pangan asal hewan, serta Perlindungan kesehatan lingkungan dari dampak domestikasi hewan dan dampak dari setiap rantai proses produksinya.
Ketika kita berbicara mengenai hal ini masih banyak kelemahan-kelemahan yang masi ada dalam pelaksanaan pengawasan pencegahan, perlindungan dan menjaga kesehatan manusia hal ini di sebabkan oleh masih minimnya sumberdaya yang di miliki oleh manusia.
Sebagaimana misi yang dicangangkan oleh Direktorat Kesehatan masyarakat veteriner Indonesia yakni Terwujudnya pelayanan veteriner yang prima dalam menjamin kesehatan dan ketentraman bathin masyarakat, dokter hewan turut memberikan sumbangsinya dalam menjamin kesehatan masyarakat Indonesia. Pasalnya, Penyakit-penyakit menular baru muncul (emerging infectious diseases) dikenal sebagai salah satu ancaman nyata terhadap kesehatan manusia dalam 30 tahun belakangan ini. Penyakit penyakit baru muncul tersebut baik meluas secara cakupan geografis; berpindah dari satu spesies hospes ke yang lain; meningkat dalam dampak atau keganasannya; mengalami perubahan patogenesis; atau disebabkan oleh patogen yang berevolusi. (Daszak dkk, 2004).
Lanjut Daszak, Sejumlah penyakit menular baru muncul tersebut relatif hanya berdampak kepada sebagian kecil populasi manusia, akan tetapi merepresentasikan proporsi ancaman tertentu karena tingkat kasus fatalitasnya yang tinggi dan belum tersedianya vaksin atau terapi yang efektif. Contohnya seperti demam hemmorhagic Ebola, Nipah encephalitis atau Lassa fever. Penyakit lainnya seperti Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) dan virus influenza telah menyebabkan timbulnya pandemi dan bertanggung jawab terhadap tingkat morbiditas dan mortalitas tertentu.
Semua penyakit-penyakit menular baru muncul tersebut bersifat zoonosis dan sekitar 75% dari yang menyerang manusia disebabkan oleh patogen yang zoonotik (ditularkan dari hewan ke manusia). Saat ini perang melawan kemunculan penyakit-penyakit tersebut merupakan kunci dari upaya-upaya kesehatan masyarakat secara nasional dan global. Meskipun sampai saat ini upaya-upaya tersebut masih dihalangi oleh banyaknya patogen yang tidak diketahui dan belum muncul.
Di dunia ini diasumsikan ada sekitar 50,000 spesies vertebrata, masing-masing dengan 20 jenis virus yang sifatnya endemik. Ada kurang lebih satu juta virus vertebrata, dimana 99,8% dari virus tersebut tetap punya kesempatan untuk kemudian ditemukan. Semua agen patogen ini sangat berpotensi untuk memunculkan zoonosis di masa mendatang.
Wabah baru yang disebabkan oleh patogen zoonotik terjadi hampir setiap tahun dengan konsekuensi serius terhadap kesehatan manusia dan ekonomi global. Sebagai contoh, virus corona penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) telah menyebabkan 700 orang meninggal di seluruh dunia dan kerugian 50 milyar dollar terhadap ekonomi global pada tahun 2003. Penyakit ini kemudian terbukti bersumber dari satwa liar.
Permasalahan yang pelik ini, kemudian dilengkapi lagi dengan semakin melemahnya sector produksi dan ketahanan pangan di Indonesia. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Indonesia, terjadinya kelangkaan daging di Indonesia kemudian mempengaruhi stabilitas perekonomian Indonesia. Seperti yang dilansir salah satu media di Indonesia, bahwa Presiden Joko Widodo mengatakan stok daging dalam negeri cukup namun ada pihak-pihak yang menahan stok yang seharusnya disuplai kepasar-pasar sehingga harga daging terus naik sejak Hari Raya Idul Fitri lalu. Bahkan presiden menilai modus tersebut agar pemerintah membuka impor sapi lebih banyak.
Pemerintah telah mengurangi impor sapi pada triwulan III tahun 2015 dari 200 ribu ekor menjadi 50 ribu ekor dan presiden juga menyampaikan ketidakyakinannya pengusaha akan menurunkan harga jika pemerintah kembali meningkatkan impor. Presiden mengingatkan saat ini pemerintah sedang meneliti dugaan adanya permainan harga daging sapi.
Penegasan Presiden Joko Widodo tersebut ditanggapi Ketua Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia atau Aspidi, Thomas Sembiring. Kepada VoA di Jakarta, Selasa, ia mengatakan seharusnya pemerintah tidak terus menyalahkan pengusaha jika terjadi kelangkaan daging di pasar.
Menurutnya seharusnya pemerintah menambah impor karena stok sapi lokal tidak mencukupi dan langkah tersebut diyakininya membuat para importir menurunkan harga karena suplai dan kebutuhan berimbang. Lanjut menurut Menurut Thomas Sembiring kebutuhan daging sapi dalam negeri sekitar 650 ribu ton tahun ini namun pemerintah mencatat kebutuhan sekitar 454 ribu ton. Sementara izin impor sekitar 90 ribu ton sehingga ia pesimistis pemerintah mampu mengisi kekurangan stok daging.
Kelangkaan daging yang terjadi, mengakibatkan melonjaknya harga daging di pasaran sampai menembus angka Rp. 130.000,- per kilogram dan memberikan dampak banyaknya usaha-usaha mikro terpaksa harus memberikan modal tambahan dalam rangka mempertahankan usahanya bahkan tidak sedikit dari usaha-usaha mikro menutup usahanya dikarenakan tidak sanggupnya secara finansial untuk menutupi modal awal produksinya.
Kondisi ini semakin memprihatinkan mengingat akhir tahun 2015 nanti resmi dibukanya Asean free Trade Assosiation atau yang akrab dikenal dengan AFTA atau Masyarakat Ekonomi Asean atau MEA dimana program ini sebagai sumber kekuatan ekonomi baru masyarakat Asia Tenggara yang memberikan kebebasan terhadap Negara-negara Asia Tenggara untuk mengimpor secara bebas baik secara barang maupun jasa. Sedangkan melihat kondisi perekonomian sector pangan yang masih sangat kacau balau justru semakin memperburuk keadaan.
Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang notabenenya masih sangat jauh dari tingkat kesejahteraan yang kita cita-citakan bersama, dimana masyarakat pada saat ini yang sangat cenderung pada perilaku konsumtif memberikan dampak semakin manjanya masyarakat kita sehingga melupakan sector-sektor produksi. Akhirnya, sector produksi di Indonesia semakin melemah dan membuka peluang kepada Negara asing untuk meningkatkan impor daging ke Indonesia secara besar-besaran.
Hal ini memberikan dampak yang signifikan terhadap lembaga-lembaga kenegaraan yang membentengi jalur perdagangan ekspor impor daging di Indonesia. Salahsatunya yaitu Stasiun-stasiun dan Balai-balai Karantina Pertanian. Sesuai dengan Undang-undangan Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan pasal 1 ayat 1 dan 2 menjewantahkan bahwa Karantina hewan, Ikan, dan tumbuhan berfungsi sebagai upaya pengasingan dan pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan, hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
Seiring dengan meningkatnya jumlah impor Bahan Asal Hewan dalam hal ini yaitu daging sapi membuat stasiun-stasiun dan balai-balai karantina di Indonesia semakin kewalahan mengawasi lalulintas perdagangan daging di Indonesia. Dengan semakin minimnya sumber daya dokter hewan di Indonesia, semakin memperburuk keadaan ditambah lagi tumpang tindihnya antara kerja-kerja dokter hewan dan profesi peternakan. Berbicara mengenai kewenangan, antara dua profesi yang mempunyai objek yang sama tetapi memiliki disiplin ilmu yang berbeda dimana dokter hewan bergerak di disiplin ilmu medis dan peternakan bergerak di disiplin ilmu budidaya.
Penafsiran yang jelas perlu disosialisasikan ke masyarakat umum dan semua profesi yang bergerak dengan objek yang sama yang dalam hal ini hewan. Bahwasanya, dokter hewan yang bergerak dalam tindakan medis mencegah tersebarnya penyakit baik dari hewan ke hewan lain dan dari hewan ke manusia kemudian sarjana peternakan bergerak di tindakan peningkatan mutu dan produksi untuk meningkatkan kualitas produksi pangan sehingga terjadinya sinergi dan symbiosis mitualisme sesama profesi yang berbeda dengan objek yang sama.
Melihat permasalahan yang sangat kolektif yang disajikan sebelumnya, bahwa kejelasan hak-hak dan keajiban-kewajiban yang seharusnya diberikan kepada dokter hewan sebagai garda terdepan dalam membentengi Indonesia sekaligus membantu meningkatkan sector-sektor produksi di Indonesia guna meningkatkan kesejahteran rakyat Indonesia.
Menurut Aguirre dan Gomez dalam tulisannya “Essential veterinary education in conservation medicine and ecosystem health: a global perspective” menjelaskan bahwa Pendapat yang menyatakan tentang perlunya medik konservasi dan ecohealth diperkenalkan ke dalam bidang kesehatan hewan terutama penelitian dan kurikulum pendidikan kedokteran hewan merupakan suatu perubahan mendasar dalam pola fikir dari penekanan kepada ‘pengobatan’ (treatment) ke ‘pencegahan’ (prevention).
Meskipun perpaduan pendekatan baru seperti ini ke dalam apa yang sudah berjalan selama ini sungguh sulit dilakukan, akan tetapi sudah saatnya profesi dokter hewan dalam perspektif ke depan menyadari tentang konsep dasar kesehatan ekosistem, perubahan lingkungan dan konservasi biologik. Disadari sangat kuat bahwa dokter hewan ke masa depan dapat dipersiapkan dengan lebih baik untuk memecahkan permasalahan penyakit-penyakit menular baru muncul apabila mereka ditantang untuk memahami secara baik paradigma kesehatan ekosistem dan sekaligus menyadari perubahan lingkungan dan ekologi yang sedang terjadi.
Paling tidak isu-isu mendasar tentang kerusakan biodiversitas, perubahan iklim global dan faktor-faktor pemicu kemunculan penyakit menular baru terdedah kepada para perencana, peneliti dan akademisi di bidang kesehatan hewan. Untuk itu prinsip-prinsip dasar dalam mempertimbangkan kesehatan dalam kerangka ekologik seharusnya mulai diintegrasikan ke dalam metodologi penelitan dan kurikulum pendidikan kedokteran hewan.
Dengan memasukkan medik konservasi dan ecohealth ke dalam metoda penelitan dan kurikulum pendidikan kedokteran hewan di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia, akan dapat mendidik para dokter hewan muda untuk merubah paradigmanya dan mampu bekerja dalan wujud kerja kelompok yang transdisiplin. Para profesional veteriner ini akan mampu mengembangkan alat baru untuk menilai dan memantau kesehatan lingkungan dan ekologik serta lebih siap untuk memenuhi peranan kritisnya dalam mempertahankan kesehatan global.
Pada dasarnya bagi profesi dokter hewan, pelajaran tentang ini bisa dipetik dari kemunculan penyakit-penyakit menular baru seperti bovine spongiform encephalophaty (BSE), highly pathogenic avian influenza (HPAI), SARS, meningkatnya frekuensi dan kemampuan destruksi dari kejadian perubahan iklim yang ekstrim, dan punahnya spesies satwa liar yang penting secara ekologis atau sebagai sumber pangan.
Sesungguhnya profesi dokter hewan terperangkap ditengah-tengah berbagai kepentingan yang saling bertentangan, oleh karena profesi ini memiliki klien dan pasien dari berbagai sektor seperti kesehatan masyarakat, satwa liar, ternak dan hewan kesayangan. Oleh karenanya medik konservasi dan ecohealth menawarkan alternatif pendekatan baru dan sangat menarik untuk memahami dan mengelola pola-pola perubahan penyakit-penyakit menular baru muncul, terutama yang bersifat zoonosis dalam konteks sosio-ekonomi, lingkungan dan ekologi.
Kesadaran yang semakin tinggi diantara profesi dokter hewan bahwa permasalahan kesehatan, ekologi dan sosial adalah kompleks dan tertanam dalam struktur dan perubahan sistem sosio-ekologik. Pendekatan lama dengan pemikiran linier sudah dianggap tidak memadai untuk menjawab permasalahan yang kompleks tersebut dimana kesehatan sudah tertanam ke dalam dinamika sistem sosio-ekologik yang juga sangat kompleks. Untuk itu jawaban harus juga dicari dari sumber-sumber yang tidak biasa bagi profesi dokter hewan, termasuk membuka diri dengan menghapuskan batasan-batasan yang mengikat dokter hewan hanya kepada disiplin ilmunya semata (Toews, 2009)
Dengan kuatnya kedudukan Animal Welfare dalam konstitusi Indonesia, diperlukan kesadaran kritis dari para pelaku-pelaku yang bersinggungan dengan konsep tersebut salahsatunya Dokter Hewan. Dimana penguatan Otoritas Veteriner sangat diperlukan dimana hak-hak dokter hewan dapat lebih diperjelas demi kesejahteraan kita bersama. Juga sikap tindak praktis terhadap undang-undang yang telah berlaku sebagai konsekuensi logis dimana konstitusi dibuat untuk dijalankan dan dipatuhi serta peran dan pemahaman masyarakat umum terhadap pentingnya peranan dokter hewan dalam membangun Indonesia Sehat, Sejahtera, dan berkeadilan serta beradab.
SALAM CINTA DARI UJUNG KANDANG !!!
by: team ayam jago (khaidir umar | candra arsandi | ibnu zikrillah)
0 komentar:
Post a Comment